| Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dalam Laporan
Realisasi Anggaran untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember
2022 menyajikan total realisasi pendapatan selama tahun 2022 sebesar
Rp2.814.993.293.722,82 dan realisasi belanja sebesar
Rp3.089.302.146.685,70 sehingga terjadi defisit sebesar
Rp274.308.852.962,88 (meningkat 6127,16% dari tahun 2021 berupa surplus
sebesar Rp4.551.215.501,68). Sementara itu, SiLPA dalam Neraca per 31
Desember 2022 adalah sebesar Rp17.281.294.293,24 yang diantaranya Kas di
Kas Daerah sebesar Rp9.909.225.041,78, sisa dana BOS sebesar
Rp2.078.026.255,40, Kas di BLUD sebesar Rp5.976.324.734,06. Laporan
keuangan juga menyajikan total Kewajiban per 31 Desember 2022 sebesar
Rp440.033.158.431,32 atau meningkat sebesar Rp215.847.999.378,64 dari
tahun 2021.
Berdasarkan informasi yang disajikan dalam LKPD tersebut dapat
disimpulkan bahwa Pemkab Lombok Timur mengalami defisit yang cenderung
meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dan utang yang
semakin meningkat, termasuk utang belanja yang diantaranya
bertahun-tahun belum dapat terbayar.
Dalam APBD murni TA 2022, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur menyajikan
defisit atas pendapatan dan belanja sebesar Rp300.267.867.072,00 yang
melampaui batas maksimal defisit APBD untuk Pemerintah Daerah. Ambang
batas maksimal defisit untuk Kabupaten Lombok Timur adalah sebesar
Rp145.764.071.861,90 (5% x total pendapatan Rp2.915.281.437.238,00).
Atas defisit APBD tersebut, Pemkab Lotim kemudian mengirimkan surat
kepada Menteri Keuangan Nomor 900/1113/PKAD/2022 tanggal 21 Juli 2022
perihal permohonan pelampauan batas maksimal defisit APBD TA 2022 yang
dibiayai dari pinjaman daerah yang kemudian direvisi melalui surat Nomor
900/1297/PKAD/2022 tanggal
12 September 2022. Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK) menyetujui pelampauan batas maksimal defisit
tersebut melalui pinjaman daerah berdasarkan Surat Nomor S-94/MK.7/2022
tanggal 3 Oktober 2022.
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur selalu optimis dalam menetapkan
besarnya anggaran pendapatan yang meningkat dari tahun ke tahun,
meskipun realisasinya masih jauh dari target. Sementara itu, penetapan
anggaran belanja daerah cukup ekspansif tanpa mempertimbangkan capaian
realisasi pendapatan daerah dari tahun ketahun. Hal tersebut berdampak
terhadap peningkatan kewajiban/utang karena seringkali sumber dana untuk
merealisasikan belanja daerah tidak tersedia. Dampak lainnya yang
terjadi adalah penggunaan sisa dana-dana yang sudah jelas peruntukannya
pada akhir tahun, atau dana yang dibatasi penggunaannya seperti
penggunaan DAK Fisik dan non fisik, serta Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau (DBH-CHT) untuk kegiatan belanja lainnya. Hal tersebut
memberikan beban tersendiri bagi Pemda untuk membayar utang-utang
belanja, selain utang kepada lembaga keuangan atau non keuangan. Pemda
juga harus menyediakan dana untuk mengganti dana-dana yang dibatasi
penggunaannya pada saat akan direalisasikan.
Perencanaan anggaran harus lebih hati-hati supaya tidak menimbulkan
masalah dalam pelaksanaannya. Pemerintah Kabupaten Lombok Timur belum
memiliki dasar perhitungan yang jelas yang lebih terukur dan realistis
dalam menetapkan estimasi target pendapatan. Hal ini sangat signifikan
karena menjadi dasar dalam penetapan anggaran belanjanya. Kesalahan
penganggaran pendapatan yang terlalu optimis akan menimbulkan risiko
penumpukan utang pemerintah daerah, jika anggaran belanjanya tidak
dikurangi atau di revisi. Pemkab Lotim harus lebih hati-hati dalam
merencanakan anggaran PAD ketimbang pendapatan transfer pemerintah pusat
yang relatif sudah terukur dan pasti.
a. Penetapan Anggaran Pendapatan Asli (PAD) daerah tahun 2022 belum
ditunjang dengan basis perhitungan yang jelas (standar), terukur dan
realistis
Realisasi PAD tahun 2022 pada Pemkab Lombok Timur sebesar 78,33% dari
target yang ditetapkan. Capaian tersebut jauh lebih kecil dari
tahun-tahun sebelumnya yang rata-rata mencapai 90% pada tahun 2020 s.d.
2021. Komponen penyumbang PAD terbesar pada Pemkab Lombok Timur berasal
dari Lain-lain PAD yang Sah, khususnya Pendapatan BLUD (rumah sakit dan
Puskesmas). Rincian anggaran dan realisasi pendapatan asli daerah pada
Kabupaten Lombok Timur tahun 2020 s.d. 2022 disajikan pada tabel
berikut.
Dari Tabel tersebut diatas diketahui hal-hal sebagai berikut.
1) selain Lain-lain PAD yang sah, capaian jenis PAD lainnya selalu di
bawah target, bahkan cenderung menurun; dan
2) meskipun realisasi pendapatan pajak daerah selalu jauh di bawah
target yang ditetapkan (berkisar 70%), Pemerintah Kabupaten Lombok Timur
justru selalu menaikan target/anggaran pendapatan daerah setiap
tahunnya.
Menurut penjelasan Kepala BPKAD Kabupaten Lombok Timur diketahui bahwa
belum ada perhitungan yang memadai terkait penetapan anggaran pendapatan
asli daerah seperti mempertimbangkan potensi yang terukur, realisasi
tahun sebelumnya, tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kepala BPKAD
menjelaskan hal-hal sebagai berikut.
1) selama ini penganggaran PAD belum berdasarkan analisis yang optimal,
sehingga realisasi PAD selalu di bawah target anggaran. Bapenda memiliki
data terkait potensi pajak dan retribusi, namun belum mampu
menghasilkan perhitungan-perhitungan yang secara matematis sebagai acuan
dalam penetapan anggaran pendapatan PAD. Selain itu, Bapenda belum
dapat menggarap potensi pendapatan secara maksimal;
2) Inspektorat tidak pernah secara khusus memeriksa pengelolaan PAD; dan
3) terkait dengan pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dijelaskan bahwa perubahan anggaran pendapatan setelah
diketahuinya pembagian deviden sulit dilakukan karena akan berimbas pada
turunnya anggaran belanja. Kegiatan belanja tersebut sudah dianggarkan
pada APBD murni dan sudah dilakukan perikatan dengan pihak ketiga.
Selain itu, adanya tuntutan dari pencapaian janji-janji Kepala Daerah
dan penggunaan dana aspirasi DPRD (Pokir) membuat sulitnya untuk
melakukan penyesuaian belanja.
b. Penggunaan dana yang dibatasi penggunaannya sebesar
Rp9.525.626.999,22 tidak sesuai dengan tujuan peruntukannya
Neraca Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur per 31 Desember 2022
menyajikan saldo Kas di Kas Daerah senilai Rp9.909.225.041,78. Hasil
pemeriksaan atas manajemen kas oleh BUD dan Kuasa BUD diketahui bahwa
ketersediaan saldo kas di Kas Daerah yang merupakan saldo SiLPA lebih
kecil dari saldo kas yang seharusnya tersedia. Pemerintah Kabupaten
Lombok Timur seharusnya mempunyai SiLPA berupa sisa dana transfer
pemerintah pusat yang belum digunakan, penerimaan pinjaman Bank NTB
Syariah yang belum direalisasikan untuk pekerjaan dan sisa kas Dana
Taperum total senilai Rp19.434.852.041,00.
Hal ini berarti atas dana yang dibatasi penggunaannya senilai
Rp9.525.626.999,22 (Rp19.434.852.041,00 - Rp9.909.225.041,78) telah
digunakan oleh Pemkab Lotim untuk membiayai kegiatan belanja lain.
Uraian selengkapnya hasil pemeriksaan dijelaskan sebagai berikut.
1) Sisa dana transfer dari pemerintah pusat senilai Rp16.868.266.661,00
digunakan tidak sesuai dengan tujuan peruntukannya
Berdasarkan pemeriksaan dokumen diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten
Lombok Timur masih memiliki sisa dana transfer dari pemerintah pusat
untuk kegiatan belanja yang sudah diatur penggunaannya yaitu Dana
Alokasi Khusus (DAK) Fisik, DAK Non Fisik dan Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau (DBH-CHT) yang belum terealisasi seluruhnya senilai
Rp16.868.266.661,00.
Untuk dana transfer DAK Fisik dan DAK Non Fisik telah diatur secara
rinci penggunaan belanjanya. Sisa dari dana DAK Fisik dan Non Fisik
selanjutnya harus digunakan kembali untuk mendanai kegiatan DAK Fisik
dan Non Fisik pada tahun anggarannya berikutnya.
Untuk dana DBH-CHT penggunaannya telah diatur untuk mendanai program:
a) Peningkatan kualitas bahan baku;
b) Pembinaan industri;
c) Pembinaan lingkungan sosial;
d) Sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau
e) Pemberantasan barang kena cukai illegal.
Penggunaan dana DBH-CHT tersebut diprioritas pada bidang kesehatan untuk
mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional terutama peningkatan
kuantitas dan kualitas layanan kesehatan dan pemulihan perekonomian
daerah.
Sisa dana transfer dari pemerintah pusat yang tidak terealisasi dan
seharusnya masih berada di rekening Kas Daerah senilai
Rp16.868.266.661,00. Namun demikian, sisa dana tersebut tidak tersedia
di akhir tahun karena digunakan untuk belanja-belanja lainnya yang telah
dianggarkan, tetapi tidak tersedia dananya. Tim BPK RI tidak bisa
mengidentifikasi penggunaan sisa dana transfer tersebut untuk belanja
apa saja, mengingat dana tersebut berada dalam satu rekening Kas Daerah.
2) Sisa kas dari pinjaman daerah senilai Rp2.419.392.380,00 digunakan
tidak sesuai tujuan peruntukannya
Pada tahun 2022 Pemkab Lombok Timur mendapatkan pinjaman daerah dari
Bank NTB Syariah dengan total pinjaman senilai Rp129.829.889.535,00.
Pinjaman tersebut untuk membayar kegiatan belanja sebagaimana yang telah
diatur dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK). Salah satu kegiatan yang
direncanakan untuk dibayar melalui pinjaman ini adalah Paket I
Pembangunan Suplisi Jaringan DAS Kali Gading, Kali Meronggek dan Kali
Tojang dengan nilai pembayaran yang direncanakan senilai
Rp4.419.392.380,00.
Realisasi pembayaran untuk kegiatan tersebut pada tahun 2022 senilai
Rp2.000.000.000,00 sehingga terdapat sisa yang belum direalisasikan
pembayarannya senilai Rp2.419.392.380,00. Pembayaran yang belum dapat
direalisasikan tersebut dikarenakan hasil pekerjaan yang telah
dimintakan PHO ternyata belum dilakukan serah terima pekerjaan. Namun
demikian, sisa dana pinjaman tersebut tidak tersedia di akhir tahun
karena digunakan untuk belanja-belanja lainnya yang telah dianggarkan,
tetapi tidak tersedia dananya. Tim BPK RI tidak bisa mengidentifikasi
penggunaan sisa dana transfer tersebut untuk belanja apa saja, mengingat
dana tersebut berada dalam satu rekening Kas Daerah.
3) Sisa kas dari potongan Taperum senilai Rp147.193.000,00 seharusnya
tersedia di kas daerah
Berdasarkan LKPD TA 2022 diketahui terdapat utang Perhitungan Fihak
Ketiga (PFK) berupa uang Tabungan Perumahan (Taperum) senilai
Rp147.193.000,00. Nilai ini merupakan potongan Taperum pegawai yang
belum/ tidak dapat disetorkan pengelola baru Taperum karena perubahan
regulasi. Sisa kas Taperum senilai Rp147.193.000,00 seharusnya tersedia
di kas daerah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala BPKAD selaku Bendahara Umum
Daerah (BUD) yang menjelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Lombok Timur
berupaya mengoptimalkan realisasi atas dana yang telah dialokasikan
khusus sesuai ketentuannya, namun pada saat terdapat kondisi yang perlu
pertimbangan khusus/urgent maka dana tersebut direalisasikan/digunakan
terlebih dahulu sesuai kebutuhan pemerintah daerah yang lebih mendesak.
Kondisi ini dilakukan pada alokasi yang bersumber dari DBH-CHT dan DAK
Non Fisik (seperti Bantuan Operasional Kesehatan/BOK), karena alokasi
atas kegiatan yang didanai dari sumber tersebut belum termanfaatkan.
c. Terdapat pembatalan SPM karena tidak tersedianya dana di Kas Daerah
Pada tahun 2022 terdapat Surat Perintah Membayar (SPM) yang dibatalkan
sebanyak 732 SPM senilai Rp60.979.469.866,00 karena tidak tersedianya
dana di kas daerah. SPM yang tidak terbayar tersebut kemudian diakui
oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sebagai utang pemerintah daerah
yang kemudian dituangkan dalam SK Bupati Nomor 188.45/85/PKAD/2023
tentang penetapan kewajiban pemerintah daerah kepada pihak ketiga
terhadap pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran 2022 yang
dibiayai dari APBD Kabupaten Lombok Timur Tahun 2023.
Penerbitan SPM tersebut, sesuai dengan ketentuan merupakan kelanjutan
dari penerbitan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) dan Surat
Pencairan Dana (SPD) yang telah diterbitkan. Hasil penelusuran atas
dokumen SPD yang telah diterbitkan diketahui kondisi sebagai berikut.
1) Penerbitan SPD oleh PPKD/ BUD belum berdasarkan ketersediaan dana di
kas daerah.
Uji petik atas SPD pada Dinas PUPR diketahui bahwa penerbitan SPD belum
berdasarkan ketersediaan Kas di Kas Daerah. Hasil wawancara dengan
Kepala Bidang Perbendaharaan diketahui bahwa penerbitan SPD berdasarkan
pada anggaran kas dengan mempertimbangkan proyeksi penerimaan kas ke
depan.
2) Terdapat penerbitan SPD yang melebihi anggaran.
Uji petik atas SPD pada Dinas PUPR diketahui bahwa terdapat nilai SPD
pada Dinas PUPR yang melebihi nilai anggarannya. Anggaran di DPA-SKPD
pada Dinas PUPR sebesar Rp444.529.566.785,00 sementara nilai SPD terbit
sebesar Rp448.510.096.885,00 atau terdapat selisih Rp3.980.530.100,00.
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perbendaharaan diketahui bahwa hal
ini terjadi karena adanya salah input anggaran kas yang dilakukan SKPD
dan terlewat saat diverifikasi oleh Bidang Perbendaharaan. Namun
demikian, dijelaskan lagi bahwa untuk penerbitan SPP, SPM dan SP2D tidak
dapat melampaui anggaran karena adanya kontrol dari aplikasi SIMDA.
Kegiatan belanja yang belum terealisasi pembayarannya tersebut merupakan
kegiatan belanja di luar earmark (di luar belanja DAK). Untuk belanja
di luar earmark tersebut, Pemkab Lombok Timur tidak merincikan secara
detail sumber dana dengan belanjanya sehingga sumber dana untuk
pembiayaan belanja tersebut dapat bersumber dari penerimaan berupa Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Realisasi DAU
Pemkab Lombok Timur pada tahun 2022 mencapai 99,71% dari anggarannya,
sedangkan realisasi PAD hanya mencapai 78,33%.
d. Nilai Kewajiban/Utang Pemerintah Kabupaten Lombok Timur cenderung
meningkat setiap tahun
Berdasarkan data dalam Laporan Keuangan Pemkab Lombok Timur sejak tahun
2020 s.d. 2022 diketahui nilai kewajiban Pemkab Lotim mengalami
peningkatan yang cukup signifikan.
Berdasarkan tabel di atas, terdapat peningkatan kewajiban yang cukup
signifikan dari Rp224.185.159.052,68 di tahun 2021 menjadi
Rp440.033.158.431,82 di tahun 2022 atau terjadi peningkatan senilai
Rp215.847.999.379,14 atau 96,28%. Peningkatan kewajiban terbesar karena
adanya pinjaman daerah Pemkab Lombok Timur kepada PT SMI sebesar
Rp148.609.268.996,00 (untuk kegiatan pemulihan ekonomi nasional), dan
pinjaman daerah kepada Bank NTB Syariah sebesar Rp129.829.889.535,00
(untuk membayar utang atas kegiatan yang telah selesai dan kegiatan
tahun 2022) serta utang belanja kepada pihak ketiga sebesar
Rp60.979.469.866,00 yang SPM-nya dibatalkan (kegiatan tahun 2022).
Konsekuensi pinjaman daerah ini sangat membebani keuangan Pemkab Lombok
Timur khususnya pinjaman daerah kepada Bank NTB Syariah yang merupakan
kewajiban jangka menengah yang akan jatuh tempo pada tahun 2023. Total
pinjaman kepada Bank NTB Syariah yang harus dibayarkan pada tahun 2023
sebesar Rp138.155.822.699,81 (pokok sebesar Rp129.829.889.535,00 dan
margin sebesar Rp8.325.933.164,81).
e. Rasio kemampuan membayar pinjaman Pemerintah Kabupaten Lombok Timur
pada tahun 2023 rendah
Analisa atas kemampuan membayar pinjaman Pemerintah Kabupaten Lombok
Timur pada tahun 2023 dengan rumus perhitungan yang diatur dalam PMK
Nomor 07 Tahun 2021 menunjukkan rasio Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur senilai 2,29 atau kurang dari
ketentuan sebesar 2,5.
Acuan perhitungan yang digunakan antara lain:
1) Anggaran PAD senilai 2023 Rp440.887.119.000,00;
2) Anggaran DAU 2023 senilai Rp1.179.787.604.000,00;
3) Anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) (pusat + provinsi) 2023 senilai
Rp256.997.027.562,00;
4) Anggaran Belanja Wajib 2023 senilai Rp1.073.459.200.123,00;
5) Pokok pinjaman jatuh tempo 2023 (Angsuran pokok SMI dan Bank NTB)
senilai Rp195.878.453.533,00;
6) Bunga pinjaman (SMI dan Bank NTB) senilai Rp14.739.600.376,81; dan
7) Utang belanja (kewajiban jangka pendek).
Rumus:
DSCR = PAD + DAU + DBH – Belanja Wajib
Pokok + Bunga + Biaya lain
Hasil perhitungan menggunakan acuan di atas:
DSCR = 2,29 < 2,50
Hal ini menunjukkan rasio kemampuan Pemkab Lotim dalam membayar pinjaman
pada tahun 2023 rendah. |
| Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah pada
:
1) Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa nilai rasio kemampuan keuangan
daerah untuk mengembalikan pinjaman daerah ditetapkan paling sedikit
2,5. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman
menunjukkan rasio kemampuan membayar kembali pinjaman yang dikenal
dengan istilah Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dihitung dengan
formula sebagai berikut.
DSCR = (PAD + DAU + (DBH-DBHDR)) – BW
Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya lain
2) Pasal 45 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah wajib
menganggarkan pembayaran pokok pinjaman, bunga/kupon dan kewajiban
lainnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian pinjaman;
b. Permendagri Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022 pada Lampiran bagian
C. Kebijakan Penyusunan APBD angka 1 huruf c poin 1.a menyatakan antara
lain:
1) Penetapan target pajak daerah harus didasarkan pada data potensi
pajak daerah di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota serta
memperhatikan perkiraan asumsi makro, seperti pertumbuhan rasio
perpajakan daerah, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat inflasi tahun 2022
yang dapat mempengaruhi target pendapatan pajak daerah;
2) Penetapan target retribusi daerah harus didasarkan pada data potensi
retribusi daerah di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota serta
memperhatikan perkiraan asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, dan
tingkat inflasi tahun 2022 dan tarif retribusi bersangkutan yang dapat
mempengaruhi target pendapatan retribusi daerah; dan
3) Kebijakan penganggaran hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan Tahun Anggaran 2022 memperhatikan nilai kekayaan daerah yang
dipisahkan dan perolehan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat
lainnya dalam jangka waktu tertentu, meliputi: (a) keuntungan sejumlah
tertentu dalam jangka waktu tertentu berupa deviden, bunga dan
pertumbuhan nilai perusahaan daerah yang mendapatkan investasi
Pemerintah Daerah; (b) peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil
investasi sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu; (c)
peningkatan penerimaan daerah dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat
langsung dari investasi yang bersangkutan; (d) peningkatan penyerapan
tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai
akibat langsung dari investasi yang bersangkutan; dan/atau (e)
peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari investasi
Pemerintah Daerah; sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
pada Lampiran Bab V huruf f menyatakan bahwa:
1) Surat Penyediaan Dana (SPD) adalah dokumen yang menyatakan
tersedianya dana sebagai dasar penerbitan Surat Permintaan Pembayaran
(SPP) atas pelaksanaan APBD;
2) PPKD menerbitkan SPD dengan mempertimbangkan:
a) Anggaran Kas Pemerintah Daerah;
b) Ketersediaan dana di Kas Umum Daerah; dan
c) Penjadwalan pembayaran pelaksanaan anggaran yang tercantum dalam DPA
SKPD;
3) Bendahara Pengeluaran mengajukan SPP kepada PA melalui PPK SKPD
berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan;
4) Berdasarkan SPP-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran, PPK SKPD
melakukan verifikasi atas kebenaran materiil surat bukti mengenai hak
penagih; kelengkapan dokumen yang menjadi persyaratan/sehubungan dengan
ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa; dan ketersediaan dana yang
bersangkutan;
5) Berdasarkan hasil verifikasi, PA/KPA memerintahkan pembayaran atas
Beban APBD melalui penerbitan SPM-LS kepada Kuasa BUD; dan
6) Pemerintah daerah wajib membayar cicilan pokok utang dan dianggarkan
dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban dimaksud.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.07/2021 tentang Batas
Maksimal Kumulatif Defisit APBD, Batas Maksimal Defisit APBD dan Batas
Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun 2022 pada:
1) Pasal 3 menyatakan bahwa batas maksimal defisit APBD Tahun 2022
masing-masing daerah ditetapkan berdasarkan kategori Kapasitas Fiskal
Daerah sebesar 5% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun 2022 untuk
kategori tinggi;
2) Pasal 6 ayat (2) menyatakan bahwa pelampauan batas maksimal defisit
APBD sebagaimana dimaksud harus mendapatkan persetujuan dari Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan; dan
3) Pasal 6 ayat (3) menyatakan bahwa persetujuan sebagaimana dimaksud
diberikan berdasarkan pertimbangan diantaranya rasio kemampuan keuangan
daerah dalam mengembalikan pinjaman daerah paling sedikit 2,5.
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan
Dana Alokasi Khusus Fisik pada Pasal 47 mejelaskan bahwa:
1) Dalam hal terdapat sisa DAK Fisik tahun-tahun sebelumnya pada bidang/
subbidang yang keluaran (output) kegiatannya sudah tercapai, sisa DAK
Fisik tersebut dapat digunakan dengan ketentuan:
a) untuk mendanai kegiatan DAK Fisik pada bidang/subbidang yang sama di
tahun anggaran berjalan dan tahun anggaran berikutnya; dan/atau
b) untuk mendanai kegiatan DAK Fisik pada bidang/subbidang tertentu
sesuai kebutuhan Daerah di tahun anggaran berjalan dan tahun anggaran
berikutnya, dengan menggunakan petunjuk teknis tahun anggaran berjalan.
2) Dalam hal terdapat sisa DAK Fisik tahun-tahun sebelumnya pada bidang/
subbidang yang keluaran (output) kegiatannya belum tercapai, sisa DAK
Fisik tersebut dianggarkan kembali dalam APBD tahun anggaran berikutnya
dengan ketentuan:
a) untuk sisa DAK Fisik satu tahun anggaran sebelumnya, digunakan dalam
rangka pencapaian keluaran (output) dengan menggunakan petunjuk teknis
satu tahun anggaran sebelumnya; atau
b) untuk sisa DAK Fisik lebih dari satu tahun anggaran sebelumnya,
digunakan untuk mendanai kegiatan DAK Fisik pada bidang/subbidang
tertentu sesuai kebutuhan daerah dengan menggunakan petunjuk teknis
tahun anggaran berjalan.
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan
Dana Alokasi Khusus Non Fisik pada Pasal 33 menjelaskan bahwa:
1) Sisa DAK Non Fisik yang terdapat di RKUD sampai dengan akhir tahun
wajib dianggarkan kembali oleh Pemerintah Daerah dalam APBD/perubahan
APBD tahun anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2) Sisa DAK Non Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang meliputi
Dana BOK Dinas dan DAK Non Fisik Jenis Lainnya diperhitungkan dengan
penyaluran masing-masing dana pada tahun anggaran berikutnya;
3) Sisa DAK Non Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang meliputi
Dana Tunjangan Guru ASN Daerah, Dana BOS Kinerja, Dana Bantuan
Operasional Pendidikan (BOP) PAUD Kinerja, dan Dana BOP Kesetaraan
Kinerja tidak diperhitungkan dengan penyaluran masing-masing dana pada
tahun anggaran berikutnya;
4) Dalam hal terdapat sisa dana di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD):
a) untuk jenis DAK Non Fisik yang tidak dialokasikan pada tahun anggaran
berikutnya; dan/atau
b) untuk Daerah yang tidak mendapatkan alokasi Dana BOK Dinas dan DAK
Non Fisik Jenis Lainnya pada tahun anggaran berikutnya, Kementerian
Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan
pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2021 tentang Penggunaan,
Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau pada:
1) Pasal 15 ayat (3) menjelaskan bahwa pemantauan dan evaluasi realisasi
penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
untuk mengetahui diantaranya besaran sisa DBH CHT yang masih terdapat di
rekening kas umum daerah; dan
2) Pasal 16 ayat (5) menjelaskan bahwa berdasarkan surat pemberitahuan
Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Daerah
menganggarkan kembali Sisa DBH CHT dalam APBD perubahan tahun anggaran
berjalan dan/ atau APBD tahun anggaran berikutnya untuk mendanai program
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10. |