Semester I 2023
  26

Penganggaran dan Penatausahaan Keuangan di Pemkab Lombok Timur Kurang Memadai


08-Nov-2023 10:32:24

Kondisi
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dalam Laporan Realisasi Anggaran untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2022 menyajikan total realisasi pendapatan selama tahun 2022 sebesar Rp2.814.993.293.722,82 dan realisasi belanja sebesar Rp3.089.302.146.685,70 sehingga terjadi defisit sebesar Rp274.308.852.962,88 (meningkat 6127,16% dari tahun 2021 berupa surplus sebesar Rp4.551.215.501,68). Sementara itu, SiLPA dalam Neraca per 31 Desember 2022 adalah sebesar Rp17.281.294.293,24 yang diantaranya Kas di Kas Daerah sebesar Rp9.909.225.041,78, sisa dana BOS sebesar Rp2.078.026.255,40, Kas di BLUD sebesar Rp5.976.324.734,06. Laporan keuangan juga menyajikan total Kewajiban per 31 Desember 2022 sebesar Rp440.033.158.431,32 atau meningkat sebesar Rp215.847.999.378,64 dari tahun 2021. Berdasarkan informasi yang disajikan dalam LKPD tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemkab Lombok Timur mengalami defisit yang cenderung meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dan utang yang semakin meningkat, termasuk utang belanja yang diantaranya bertahun-tahun belum dapat terbayar. Dalam APBD murni TA 2022, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur menyajikan defisit atas pendapatan dan belanja sebesar Rp300.267.867.072,00 yang melampaui batas maksimal defisit APBD untuk Pemerintah Daerah. Ambang batas maksimal defisit untuk Kabupaten Lombok Timur adalah sebesar Rp145.764.071.861,90 (5% x total pendapatan Rp2.915.281.437.238,00). Atas defisit APBD tersebut, Pemkab Lotim kemudian mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan Nomor 900/1113/PKAD/2022 tanggal 21 Juli 2022 perihal permohonan pelampauan batas maksimal defisit APBD TA 2022 yang dibiayai dari pinjaman daerah yang kemudian direvisi melalui surat Nomor 900/1297/PKAD/2022 tanggal 12 September 2022. Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) menyetujui pelampauan batas maksimal defisit tersebut melalui pinjaman daerah berdasarkan Surat Nomor S-94/MK.7/2022 tanggal 3 Oktober 2022. Pemerintah Kabupaten Lombok Timur selalu optimis dalam menetapkan besarnya anggaran pendapatan yang meningkat dari tahun ke tahun, meskipun realisasinya masih jauh dari target. Sementara itu, penetapan anggaran belanja daerah cukup ekspansif tanpa mempertimbangkan capaian realisasi pendapatan daerah dari tahun ketahun. Hal tersebut berdampak terhadap peningkatan kewajiban/utang karena seringkali sumber dana untuk merealisasikan belanja daerah tidak tersedia. Dampak lainnya yang terjadi adalah penggunaan sisa dana-dana yang sudah jelas peruntukannya pada akhir tahun, atau dana yang dibatasi penggunaannya seperti penggunaan DAK Fisik dan non fisik, serta Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) untuk kegiatan belanja lainnya. Hal tersebut memberikan beban tersendiri bagi Pemda untuk membayar utang-utang belanja, selain utang kepada lembaga keuangan atau non keuangan. Pemda juga harus menyediakan dana untuk mengganti dana-dana yang dibatasi penggunaannya pada saat akan direalisasikan. Perencanaan anggaran harus lebih hati-hati supaya tidak menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Pemerintah Kabupaten Lombok Timur belum memiliki dasar perhitungan yang jelas yang lebih terukur dan realistis dalam menetapkan estimasi target pendapatan. Hal ini sangat signifikan karena menjadi dasar dalam penetapan anggaran belanjanya. Kesalahan penganggaran pendapatan yang terlalu optimis akan menimbulkan risiko penumpukan utang pemerintah daerah, jika anggaran belanjanya tidak dikurangi atau di revisi. Pemkab Lotim harus lebih hati-hati dalam merencanakan anggaran PAD ketimbang pendapatan transfer pemerintah pusat yang relatif sudah terukur dan pasti. a. Penetapan Anggaran Pendapatan Asli (PAD) daerah tahun 2022 belum ditunjang dengan basis perhitungan yang jelas (standar), terukur dan realistis Realisasi PAD tahun 2022 pada Pemkab Lombok Timur sebesar 78,33% dari target yang ditetapkan. Capaian tersebut jauh lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya yang rata-rata mencapai 90% pada tahun 2020 s.d. 2021. Komponen penyumbang PAD terbesar pada Pemkab Lombok Timur berasal dari Lain-lain PAD yang Sah, khususnya Pendapatan BLUD (rumah sakit dan Puskesmas). Rincian anggaran dan realisasi pendapatan asli daerah pada Kabupaten Lombok Timur tahun 2020 s.d. 2022 disajikan pada tabel berikut. Dari Tabel tersebut diatas diketahui hal-hal sebagai berikut. 1) selain Lain-lain PAD yang sah, capaian jenis PAD lainnya selalu di bawah target, bahkan cenderung menurun; dan 2) meskipun realisasi pendapatan pajak daerah selalu jauh di bawah target yang ditetapkan (berkisar 70%), Pemerintah Kabupaten Lombok Timur justru selalu menaikan target/anggaran pendapatan daerah setiap tahunnya. Menurut penjelasan Kepala BPKAD Kabupaten Lombok Timur diketahui bahwa belum ada perhitungan yang memadai terkait penetapan anggaran pendapatan asli daerah seperti mempertimbangkan potensi yang terukur, realisasi tahun sebelumnya, tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kepala BPKAD menjelaskan hal-hal sebagai berikut. 1) selama ini penganggaran PAD belum berdasarkan analisis yang optimal, sehingga realisasi PAD selalu di bawah target anggaran. Bapenda memiliki data terkait potensi pajak dan retribusi, namun belum mampu menghasilkan perhitungan-perhitungan yang secara matematis sebagai acuan dalam penetapan anggaran pendapatan PAD. Selain itu, Bapenda belum dapat menggarap potensi pendapatan secara maksimal; 2) Inspektorat tidak pernah secara khusus memeriksa pengelolaan PAD; dan 3) terkait dengan pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dijelaskan bahwa perubahan anggaran pendapatan setelah diketahuinya pembagian deviden sulit dilakukan karena akan berimbas pada turunnya anggaran belanja. Kegiatan belanja tersebut sudah dianggarkan pada APBD murni dan sudah dilakukan perikatan dengan pihak ketiga. Selain itu, adanya tuntutan dari pencapaian janji-janji Kepala Daerah dan penggunaan dana aspirasi DPRD (Pokir) membuat sulitnya untuk melakukan penyesuaian belanja. b. Penggunaan dana yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp9.525.626.999,22 tidak sesuai dengan tujuan peruntukannya Neraca Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur per 31 Desember 2022 menyajikan saldo Kas di Kas Daerah senilai Rp9.909.225.041,78. Hasil pemeriksaan atas manajemen kas oleh BUD dan Kuasa BUD diketahui bahwa ketersediaan saldo kas di Kas Daerah yang merupakan saldo SiLPA lebih kecil dari saldo kas yang seharusnya tersedia. Pemerintah Kabupaten Lombok Timur seharusnya mempunyai SiLPA berupa sisa dana transfer pemerintah pusat yang belum digunakan, penerimaan pinjaman Bank NTB Syariah yang belum direalisasikan untuk pekerjaan dan sisa kas Dana Taperum total senilai Rp19.434.852.041,00. Hal ini berarti atas dana yang dibatasi penggunaannya senilai Rp9.525.626.999,22 (Rp19.434.852.041,00 - Rp9.909.225.041,78) telah digunakan oleh Pemkab Lotim untuk membiayai kegiatan belanja lain. Uraian selengkapnya hasil pemeriksaan dijelaskan sebagai berikut. 1) Sisa dana transfer dari pemerintah pusat senilai Rp16.868.266.661,00 digunakan tidak sesuai dengan tujuan peruntukannya Berdasarkan pemeriksaan dokumen diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Lombok Timur masih memiliki sisa dana transfer dari pemerintah pusat untuk kegiatan belanja yang sudah diatur penggunaannya yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, DAK Non Fisik dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) yang belum terealisasi seluruhnya senilai Rp16.868.266.661,00. Untuk dana transfer DAK Fisik dan DAK Non Fisik telah diatur secara rinci penggunaan belanjanya. Sisa dari dana DAK Fisik dan Non Fisik selanjutnya harus digunakan kembali untuk mendanai kegiatan DAK Fisik dan Non Fisik pada tahun anggarannya berikutnya. Untuk dana DBH-CHT penggunaannya telah diatur untuk mendanai program: a) Peningkatan kualitas bahan baku; b) Pembinaan industri; c) Pembinaan lingkungan sosial; d) Sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau e) Pemberantasan barang kena cukai illegal. Penggunaan dana DBH-CHT tersebut diprioritas pada bidang kesehatan untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional terutama peningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan dan pemulihan perekonomian daerah. Sisa dana transfer dari pemerintah pusat yang tidak terealisasi dan seharusnya masih berada di rekening Kas Daerah senilai Rp16.868.266.661,00. Namun demikian, sisa dana tersebut tidak tersedia di akhir tahun karena digunakan untuk belanja-belanja lainnya yang telah dianggarkan, tetapi tidak tersedia dananya. Tim BPK RI tidak bisa mengidentifikasi penggunaan sisa dana transfer tersebut untuk belanja apa saja, mengingat dana tersebut berada dalam satu rekening Kas Daerah. 2) Sisa kas dari pinjaman daerah senilai Rp2.419.392.380,00 digunakan tidak sesuai tujuan peruntukannya Pada tahun 2022 Pemkab Lombok Timur mendapatkan pinjaman daerah dari Bank NTB Syariah dengan total pinjaman senilai Rp129.829.889.535,00. Pinjaman tersebut untuk membayar kegiatan belanja sebagaimana yang telah diatur dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK). Salah satu kegiatan yang direncanakan untuk dibayar melalui pinjaman ini adalah Paket I Pembangunan Suplisi Jaringan DAS Kali Gading, Kali Meronggek dan Kali Tojang dengan nilai pembayaran yang direncanakan senilai Rp4.419.392.380,00. Realisasi pembayaran untuk kegiatan tersebut pada tahun 2022 senilai Rp2.000.000.000,00 sehingga terdapat sisa yang belum direalisasikan pembayarannya senilai Rp2.419.392.380,00. Pembayaran yang belum dapat direalisasikan tersebut dikarenakan hasil pekerjaan yang telah dimintakan PHO ternyata belum dilakukan serah terima pekerjaan. Namun demikian, sisa dana pinjaman tersebut tidak tersedia di akhir tahun karena digunakan untuk belanja-belanja lainnya yang telah dianggarkan, tetapi tidak tersedia dananya. Tim BPK RI tidak bisa mengidentifikasi penggunaan sisa dana transfer tersebut untuk belanja apa saja, mengingat dana tersebut berada dalam satu rekening Kas Daerah. 3) Sisa kas dari potongan Taperum senilai Rp147.193.000,00 seharusnya tersedia di kas daerah Berdasarkan LKPD TA 2022 diketahui terdapat utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) berupa uang Tabungan Perumahan (Taperum) senilai Rp147.193.000,00. Nilai ini merupakan potongan Taperum pegawai yang belum/ tidak dapat disetorkan pengelola baru Taperum karena perubahan regulasi. Sisa kas Taperum senilai Rp147.193.000,00 seharusnya tersedia di kas daerah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala BPKAD selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) yang menjelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Lombok Timur berupaya mengoptimalkan realisasi atas dana yang telah dialokasikan khusus sesuai ketentuannya, namun pada saat terdapat kondisi yang perlu pertimbangan khusus/urgent maka dana tersebut direalisasikan/digunakan terlebih dahulu sesuai kebutuhan pemerintah daerah yang lebih mendesak. Kondisi ini dilakukan pada alokasi yang bersumber dari DBH-CHT dan DAK Non Fisik (seperti Bantuan Operasional Kesehatan/BOK), karena alokasi atas kegiatan yang didanai dari sumber tersebut belum termanfaatkan. c. Terdapat pembatalan SPM karena tidak tersedianya dana di Kas Daerah Pada tahun 2022 terdapat Surat Perintah Membayar (SPM) yang dibatalkan sebanyak 732 SPM senilai Rp60.979.469.866,00 karena tidak tersedianya dana di kas daerah. SPM yang tidak terbayar tersebut kemudian diakui oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sebagai utang pemerintah daerah yang kemudian dituangkan dalam SK Bupati Nomor 188.45/85/PKAD/2023 tentang penetapan kewajiban pemerintah daerah kepada pihak ketiga terhadap pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran 2022 yang dibiayai dari APBD Kabupaten Lombok Timur Tahun 2023. Penerbitan SPM tersebut, sesuai dengan ketentuan merupakan kelanjutan dari penerbitan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) dan Surat Pencairan Dana (SPD) yang telah diterbitkan. Hasil penelusuran atas dokumen SPD yang telah diterbitkan diketahui kondisi sebagai berikut. 1) Penerbitan SPD oleh PPKD/ BUD belum berdasarkan ketersediaan dana di kas daerah. Uji petik atas SPD pada Dinas PUPR diketahui bahwa penerbitan SPD belum berdasarkan ketersediaan Kas di Kas Daerah. Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perbendaharaan diketahui bahwa penerbitan SPD berdasarkan pada anggaran kas dengan mempertimbangkan proyeksi penerimaan kas ke depan. 2) Terdapat penerbitan SPD yang melebihi anggaran. Uji petik atas SPD pada Dinas PUPR diketahui bahwa terdapat nilai SPD pada Dinas PUPR yang melebihi nilai anggarannya. Anggaran di DPA-SKPD pada Dinas PUPR sebesar Rp444.529.566.785,00 sementara nilai SPD terbit sebesar Rp448.510.096.885,00 atau terdapat selisih Rp3.980.530.100,00. Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perbendaharaan diketahui bahwa hal ini terjadi karena adanya salah input anggaran kas yang dilakukan SKPD dan terlewat saat diverifikasi oleh Bidang Perbendaharaan. Namun demikian, dijelaskan lagi bahwa untuk penerbitan SPP, SPM dan SP2D tidak dapat melampaui anggaran karena adanya kontrol dari aplikasi SIMDA. Kegiatan belanja yang belum terealisasi pembayarannya tersebut merupakan kegiatan belanja di luar earmark (di luar belanja DAK). Untuk belanja di luar earmark tersebut, Pemkab Lombok Timur tidak merincikan secara detail sumber dana dengan belanjanya sehingga sumber dana untuk pembiayaan belanja tersebut dapat bersumber dari penerimaan berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Realisasi DAU Pemkab Lombok Timur pada tahun 2022 mencapai 99,71% dari anggarannya, sedangkan realisasi PAD hanya mencapai 78,33%. d. Nilai Kewajiban/Utang Pemerintah Kabupaten Lombok Timur cenderung meningkat setiap tahun Berdasarkan data dalam Laporan Keuangan Pemkab Lombok Timur sejak tahun 2020 s.d. 2022 diketahui nilai kewajiban Pemkab Lotim mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan tabel di atas, terdapat peningkatan kewajiban yang cukup signifikan dari Rp224.185.159.052,68 di tahun 2021 menjadi Rp440.033.158.431,82 di tahun 2022 atau terjadi peningkatan senilai Rp215.847.999.379,14 atau 96,28%. Peningkatan kewajiban terbesar karena adanya pinjaman daerah Pemkab Lombok Timur kepada PT SMI sebesar Rp148.609.268.996,00 (untuk kegiatan pemulihan ekonomi nasional), dan pinjaman daerah kepada Bank NTB Syariah sebesar Rp129.829.889.535,00 (untuk membayar utang atas kegiatan yang telah selesai dan kegiatan tahun 2022) serta utang belanja kepada pihak ketiga sebesar Rp60.979.469.866,00 yang SPM-nya dibatalkan (kegiatan tahun 2022). Konsekuensi pinjaman daerah ini sangat membebani keuangan Pemkab Lombok Timur khususnya pinjaman daerah kepada Bank NTB Syariah yang merupakan kewajiban jangka menengah yang akan jatuh tempo pada tahun 2023. Total pinjaman kepada Bank NTB Syariah yang harus dibayarkan pada tahun 2023 sebesar Rp138.155.822.699,81 (pokok sebesar Rp129.829.889.535,00 dan margin sebesar Rp8.325.933.164,81). e. Rasio kemampuan membayar pinjaman Pemerintah Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2023 rendah Analisa atas kemampuan membayar pinjaman Pemerintah Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2023 dengan rumus perhitungan yang diatur dalam PMK Nomor 07 Tahun 2021 menunjukkan rasio Debt Service Coverage Ratio (DSCR) Pemerintah Kabupaten Lombok Timur senilai 2,29 atau kurang dari ketentuan sebesar 2,5. Acuan perhitungan yang digunakan antara lain: 1) Anggaran PAD senilai 2023 Rp440.887.119.000,00; 2) Anggaran DAU 2023 senilai Rp1.179.787.604.000,00; 3) Anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) (pusat + provinsi) 2023 senilai Rp256.997.027.562,00; 4) Anggaran Belanja Wajib 2023 senilai Rp1.073.459.200.123,00; 5) Pokok pinjaman jatuh tempo 2023 (Angsuran pokok SMI dan Bank NTB) senilai Rp195.878.453.533,00; 6) Bunga pinjaman (SMI dan Bank NTB) senilai Rp14.739.600.376,81; dan 7) Utang belanja (kewajiban jangka pendek). Rumus: DSCR = PAD + DAU + DBH – Belanja Wajib Pokok + Bunga + Biaya lain Hasil perhitungan menggunakan acuan di atas: DSCR = 2,29 < 2,50 Hal ini menunjukkan rasio kemampuan Pemkab Lotim dalam membayar pinjaman pada tahun 2023 rendah.
Kriteria
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan: a. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah pada : 1) Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman daerah ditetapkan paling sedikit 2,5. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman menunjukkan rasio kemampuan membayar kembali pinjaman yang dikenal dengan istilah Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dihitung dengan formula sebagai berikut. DSCR = (PAD + DAU + (DBH-DBHDR)) – BW Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya lain 2) Pasal 45 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah wajib menganggarkan pembayaran pokok pinjaman, bunga/kupon dan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian pinjaman; b. Permendagri Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022 pada Lampiran bagian C. Kebijakan Penyusunan APBD angka 1 huruf c poin 1.a menyatakan antara lain: 1) Penetapan target pajak daerah harus didasarkan pada data potensi pajak daerah di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota serta memperhatikan perkiraan asumsi makro, seperti pertumbuhan rasio perpajakan daerah, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat inflasi tahun 2022 yang dapat mempengaruhi target pendapatan pajak daerah; 2) Penetapan target retribusi daerah harus didasarkan pada data potensi retribusi daerah di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota serta memperhatikan perkiraan asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, dan tingkat inflasi tahun 2022 dan tarif retribusi bersangkutan yang dapat mempengaruhi target pendapatan retribusi daerah; dan 3) Kebijakan penganggaran hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Tahun Anggaran 2022 memperhatikan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dan perolehan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, meliputi: (a) keuntungan sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai perusahaan daerah yang mendapatkan investasi Pemerintah Daerah; (b) peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu; (c) peningkatan penerimaan daerah dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan; (d) peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan; dan/atau (e) peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari investasi Pemerintah Daerah; sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Lampiran Bab V huruf f menyatakan bahwa: 1) Surat Penyediaan Dana (SPD) adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana sebagai dasar penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) atas pelaksanaan APBD; 2) PPKD menerbitkan SPD dengan mempertimbangkan: a) Anggaran Kas Pemerintah Daerah; b) Ketersediaan dana di Kas Umum Daerah; dan c) Penjadwalan pembayaran pelaksanaan anggaran yang tercantum dalam DPA SKPD; 3) Bendahara Pengeluaran mengajukan SPP kepada PA melalui PPK SKPD berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan; 4) Berdasarkan SPP-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran, PPK SKPD melakukan verifikasi atas kebenaran materiil surat bukti mengenai hak penagih; kelengkapan dokumen yang menjadi persyaratan/sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa; dan ketersediaan dana yang bersangkutan; 5) Berdasarkan hasil verifikasi, PA/KPA memerintahkan pembayaran atas Beban APBD melalui penerbitan SPM-LS kepada Kuasa BUD; dan 6) Pemerintah daerah wajib membayar cicilan pokok utang dan dianggarkan dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban dimaksud. d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.07/2021 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD, Batas Maksimal Defisit APBD dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun 2022 pada: 1) Pasal 3 menyatakan bahwa batas maksimal defisit APBD Tahun 2022 masing-masing daerah ditetapkan berdasarkan kategori Kapasitas Fiskal Daerah sebesar 5% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun 2022 untuk kategori tinggi; 2) Pasal 6 ayat (2) menyatakan bahwa pelampauan batas maksimal defisit APBD sebagaimana dimaksud harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan; dan 3) Pasal 6 ayat (3) menyatakan bahwa persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan berdasarkan pertimbangan diantaranya rasio kemampuan keuangan daerah dalam mengembalikan pinjaman daerah paling sedikit 2,5. e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik pada Pasal 47 mejelaskan bahwa: 1) Dalam hal terdapat sisa DAK Fisik tahun-tahun sebelumnya pada bidang/ subbidang yang keluaran (output) kegiatannya sudah tercapai, sisa DAK Fisik tersebut dapat digunakan dengan ketentuan: a) untuk mendanai kegiatan DAK Fisik pada bidang/subbidang yang sama di tahun anggaran berjalan dan tahun anggaran berikutnya; dan/atau b) untuk mendanai kegiatan DAK Fisik pada bidang/subbidang tertentu sesuai kebutuhan Daerah di tahun anggaran berjalan dan tahun anggaran berikutnya, dengan menggunakan petunjuk teknis tahun anggaran berjalan. 2) Dalam hal terdapat sisa DAK Fisik tahun-tahun sebelumnya pada bidang/ subbidang yang keluaran (output) kegiatannya belum tercapai, sisa DAK Fisik tersebut dianggarkan kembali dalam APBD tahun anggaran berikutnya dengan ketentuan: a) untuk sisa DAK Fisik satu tahun anggaran sebelumnya, digunakan dalam rangka pencapaian keluaran (output) dengan menggunakan petunjuk teknis satu tahun anggaran sebelumnya; atau b) untuk sisa DAK Fisik lebih dari satu tahun anggaran sebelumnya, digunakan untuk mendanai kegiatan DAK Fisik pada bidang/subbidang tertentu sesuai kebutuhan daerah dengan menggunakan petunjuk teknis tahun anggaran berjalan. f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik pada Pasal 33 menjelaskan bahwa: 1) Sisa DAK Non Fisik yang terdapat di RKUD sampai dengan akhir tahun wajib dianggarkan kembali oleh Pemerintah Daerah dalam APBD/perubahan APBD tahun anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2) Sisa DAK Non Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang meliputi Dana BOK Dinas dan DAK Non Fisik Jenis Lainnya diperhitungkan dengan penyaluran masing-masing dana pada tahun anggaran berikutnya; 3) Sisa DAK Non Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang meliputi Dana Tunjangan Guru ASN Daerah, Dana BOS Kinerja, Dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) PAUD Kinerja, dan Dana BOP Kesetaraan Kinerja tidak diperhitungkan dengan penyaluran masing-masing dana pada tahun anggaran berikutnya; 4) Dalam hal terdapat sisa dana di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD): a) untuk jenis DAK Non Fisik yang tidak dialokasikan pada tahun anggaran berikutnya; dan/atau b) untuk Daerah yang tidak mendapatkan alokasi Dana BOK Dinas dan DAK Non Fisik Jenis Lainnya pada tahun anggaran berikutnya, Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau pada: 1) Pasal 15 ayat (3) menjelaskan bahwa pemantauan dan evaluasi realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk mengetahui diantaranya besaran sisa DBH CHT yang masih terdapat di rekening kas umum daerah; dan 2) Pasal 16 ayat (5) menjelaskan bahwa berdasarkan surat pemberitahuan Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Daerah menganggarkan kembali Sisa DBH CHT dalam APBD perubahan tahun anggaran berjalan dan/ atau APBD tahun anggaran berikutnya untuk mendanai program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10.
Akibat
Kondisi tersebut mengakibatkan: a. APBD Kabupaten Lombok Timur tahun 2023 akan terbebani untuk mengalokasikan dana yang dibutuhkan untuk kegiatan belanja yang telah ditentukan penggunaannya senilai Rp9.525.626.999,22; dan b. berisiko adanya gagal bayar atas utang pemerintah Kabupaten Lombok Timur atas kenaikan pinjaman kepada pihak ketiga di tahun 2022 sebesar Rp60.979.469.866,00. c. berisiko tidak terbayarnya pinjaman daerah pada Bank NTB Syariah yang akan jatuh tempo pada tahun 2023 senilai Rp129.829.889.535,00.
Sebab
Kondisi tersebut disebabkan oleh: a. TAPD belum memadai dalam menetapkan anggaran pendapatan khususnya pendapatan asli daerah secara terukur b. BUD dan Kuasa BUD: 1) kurang optimal dalam melakukan pengelolaan kas terhadap dana yang bersumber dari pendapatan transfer pemerintah pusat yang harus digunakan untuk belanja yang telah ditentukan penggunaannya serta dana pihak ketiga yang masih dikuasai; dan 2) kurang cermat dalam menerbitkan SPD tanpa mempertimbangkan ketersediaan kas.
Rekomendasi
BPK merekomendasikan Bupati Lombok Timur agar:
1. menginstruksikan TAPD untuk menyusun anggaran pendapatan berdasarkan perhitungan yang terukur dan memadai dengan acuan-acuan perhitungan yang jelas.
2. mengupayakan penggantian kas yang telah dibatasi penggunaannya sebesar Rp9.525.626.999,22 sehingga dapat digunakan sesuai dengan tujuan peruntukannya.
3. mengupayakan pembayaran pinjaman jangka menengah kepada Bank NTB Syariah sebesar Rp129.829.889.535,00 mengingat berakhirnya masa jabatan kepala daerah.


Tanya Jawab
Belum ada komentar di diskusi ini.

Silahkan Login Untuk Komentar / Diskusi.
Login Member